Jangan meremehkan kebosanan, jantung Anda lama kelamaan bisa bermasalah karena itu.
”Duh, bosen deh kalau liburan di rumah terus,” kata Lia (12 tahun) kepada orangtuanya. Mereka sekeluarga hanya menghabiskan long weekend
awal bulan lalu di rumah saja. Ya, kita semua pasti merasa bosan jika
harus berada di suatu tempat dalam waktu yang tidak sebentar, tanpa ada
hal yang menarik atau kegiatan yang bisa dilakukan.
Meski
terkesan biasa dan bahkan mungkin sering Anda alami, rasa bosan tetap
harus diwaspadai, karena menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Departement of Epidemiology and Public Health, University London,
orang-orang yang mengalami kebosanan dalam hidupnya berisiko dua
setengah kali lebih besar meninggal akibat masalah pada jantung,
dibandingkan mereka yang tidak merasakan kebosanan dalam hidupnya. Apa
sebenarnya rasa bosan itu, bagaimana kita harus menghadapinya, dan
adakah cara untuk mengatasinya?
Bosan,
seperti yang dialami Lia, memang biasanya terjadi ketika kita tidak
melakukan apa-apa dalam jangka waktu yang cukup lama. Seperti yang
disampaikan oleh Stephen Vodanovich dari University of West Florida,
“Orang yang mudah merasa bosan, biasanya tidak melihat lingkungannya
sebagai sesuatu yang menggairahkan, dan tidak memiliki banyak hal untuk
dieksplorasi.”
Karena
itu, orang yang kreatif dan punya banyak minat cenderung tak mudah
merasa bosan. ”Mereka bisa menyibukkan dirinya dengan berbagai hal,”
kata Vodanovich. Tapi, bagi Anda yang punya segudang kegiatan, jangan
buru-buru senang, karena nyatanya kebosanan pun bisa terjadi saat kita
berkegiatan.
Dikatakan
oleh Vodanovich, pekerjaan yang bisa diselesaikan tanpa harus banyak
berpikir, seperti pekerjaan di pabrik, atau sebaliknya pekerjaan yang
terlalu rumit seperti penghitungan pajak, keduanya bisa menyebabkan
kebosanan. ”Yang biasa disebut sebagai tugas yang membosankan adalah
pekerjaan yang membutuhkan usaha keras untuk mempertahankan fokus dan
perhatian,” katanya.
Otto
Fenichel, seorang psikoanalisis dari Austria meyakini bahwa kebosanan
terjadi karena dorongan hati, hasrat, dan keinginan yang terus menerus
ditekan, dan hasrat yang tertahan ini bisa berubah menjadi perasaan tak
punya tujuan hidup.
Kebosanan
jenis ini, yang terjadi terus-menerus, dan menjadi bagian hidup,
perlahan bisa ”menyedot habis” hidup kita, disebut oleh Fenichel
sebagai kebosanan yang patologis.
Hal
yang sama disampaikan oleh Purnawan, ”Rasa bosan baru menjadi sesuatu
yang mengganggu ketika kita dalam keadaan tak berdaya untuk mengubah
suasana/obyek yang menimbulkan rasa bosan. Perasaan tidak berdaya
inilah yang mengganggu baik jiwa maupun tubuh,” kata Purnawan.
Untuk
mencegah munculnya efek buruk itu semua, maka kita harus menghindari
rasa bosan. Salah satu hal yang membuat seseorang merasa tak berdaya
untuk mengubah sesuatu yang membuatnya bosan, menurut Purnawan, adalah
karena merasa terikat pada believes (nilai, keyakinan)
tertentu. ”Agar bisa terbebas dari perasaan tak berdaya, maka ia harus
berdamai dengan nilai yang dianutnya itu. Apakah masih cocok digunakan
atau bisa ditinggalkan dahulu,” kata Purnawan.
Sementara, Dr Joseph Mercola, seorang praktisi terapi holistik dan penulis buku Dr Mercola's Total Health Program,
mengatakan bahwa strategi yang paling tepat untuk menghindarkan diri
dari kebosanan adalah dengan menyempatkan diri untuk berefleksi,
mencari tahu hal-hal yang paling membuat Anda tertarik, bersemangat,
dan ingin tahu. (N)
Penulis : Veronica Sri Utami
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !