Tujuan memberi kritik adalah untuk memperbaiki.
Sayang, hasilnya bisa jadi sebaliknya: orang merasa tersinggung,
disalahkan, atau dijatuhkan harga dirinya. Ada beberapa syarat untuk
memberi kritik yang positif.
Rina
Putri (28 tahun), seorang sekretaris di perusahaan swasta mengaku kesal
pada pimpinannya. ”Dia mengkritik pekerjaan saya, seolah-olah saya ini
anak TK, yang enggak tahu apa-apa! Padahal, selama ini kan
saya juga yang mengerjakan itu semua,” katanya sambil bersungut-sungut.
Rina tentu bukanlah satu-satunya orang yang merasa terganggu ketika
dikritik. Mungkin, Anda pun pernah mengalaminya.
Tentu,
kondisi seperti ini tidak diharapkan, karena tujuan memberi kritik
sebenarnya adalah untuk kebaikan. Seperti yang disampaikan oleh Dra
Sulis Mariyanti, Psi, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonusa Esa
Unggul, Jakarta, ”Kritik itu intinya menilai, memberikan feedback, dengan harapan agar segala sesuatu menjadi lebih baik.”
Kalau
tujuan kritik sebenarnya adalah untuk memperbaiki, mengapa seringkali
justru berefek sebaliknya - membuat orang merasa tidak berharga,
direndahkan, dan akhirnya menimbulkan perasaan dendam?
Kritik yang berakibat negatif, oleh Tereza Dietze dalam tulisannya yang berjudul ”Using Criticism as a Positive”, disebut sebagai kritik yang merusak (destructive criticsm).
Kritik jenis ini biasanya ditandai oleh rusaknya hubungan baik antara
pemberi dan penerima kritik. Bahkan bisa memperburuk segala sesuatu
yang berhubungan dengan hal yang kita kritik. ”Energi yang ada di balik
kritik yang merusak sama seperti racun,” kata Dietze, seorang
fasilitator terapi kesehatan holistik di Seattle (www. beingtotal.com).
Kritik
semacam ini biasanya hanya menyoroti kesalahan seseorang sehingga yang
mucul adalah reaksi defensif. Akibatnya, kritik tidak memberikan
perubahan yang positif, tapi justru menimbulkan rasa dendam terhadap
pemberi kritik, seperti yang dialami Putri.
Karena
itu, Mariyanti mengingatkan bahwa ketika kita mengkritik seseorang,
yang pertama kali harus diungkapkan adalah sisi positif orang tersebut.
”Jangan hanya membesar-besarkan kesalahan. Semua orang kan punya sisi positif,” Mariyanti mengingatkan.
Ditambahkan,
jika orang yang ingin kita kritik merasa bahwa hal-hal baik yang telah
dikerjakan sebelumnya dihargai, maka ia akan lebih mudah menerima
komentar atas sesuatu yang tidak dikerjakannya dengan baik.
Kritik
juga bisa merusak jika disampaikan pada waktu yang tidak tepat. ”Kalau
orang yang ingin kita kritik sedang menghadapi banyak masalah, mood-nya pasti juga sedang tidak baik. Kritik yang kita berikan pasti juga tidak akan efektif,” kata Mariyanti.
Karena
itu, Mariyanti menyarankan untuk memberi jeda waktu setelah terjadi
sebuah kesalahan. ”Memang, jika berhubungan dengan target waktu yang
singkat, kritik harus diberikan segera. Tapi sebaiknya pastikan dulu
orang yang akan kita kritik bisa bersikap netral terhadap kritik yang
kita berikan dan tidak dipengaruhi oleh mood negatif dalam dirinya.”
Selain
itu, Mariyanti juga dengan tegas mengatakan bahwa kritik tidak boleh
diarahkan pada masalah personal – baik/buruk kepribadiannya, misalnya –
dan lebih difokuskan pada masalah atau tindakan yang hendak diperbaiki.
(N)
Penulis : Veronica Sri Utami
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !